Hey Dorothea, do you ever stop and thinking about me? — Taylor Swift
Bagaimana jika kita menjadi sosok jahat tentunya dengan backstory yang jelas dan kembali lagi ke konsep bahwa tidak ada manusia yang hitam atau putih, maka kita hanya sosok manusia abu-abu yang menjadi penjahat tergantung point of view yang digunakan. Lalu dengan semua konsep ini, kita berada di siklus saling menjahati (atau saling balas dendam tanpa disengaja?)
Aku pernah menyakiti diriku sendiri dengan menyabotase diri, menutup kemungkinan-kemungkinan untuk bahagia karena terlalu fokus dengan orang-orang yang melukai diriku, mengatakan bahwa aku tidak pantas bahagia dan terpenjara dengan trauma yang waktu itu aku sendiri belum bisa membayangkan bahwa aku bisa saja bebas.
Pada satu proses sabotase diri, aku menjauhi seseorang, sahabat yang sangat aku sayangi, seseorang yang seperti adik. Aku melakukan ini ke semua orang namun dalam sudut pandangnya aku sangat jahat dan begitu tidak tahu diri karena menjauhi dia yang peduli dan sayang padaku. Sampai suatu hari ketika aku sudah siap untuk membuka diri, sudah mulai mengasihi dan menyayangi diri sendiri, dan menginginkannya kembali, “It’s your FAULT. Kamu udah kehilangan aku,” ucapnya.
Bertahun-tahun telah berlalu, kini aku sudah menjadi seseorang yang sangat menyayangi diriku sendiri, belajar berhenti menyabotase diri dan selalu berupaya terbebas dari penjara luka masa lalu. Bukan aku tidak pernah berupaya untuk kembali meraihnya. Beberapa usahaku gagal karena “tidak bisa memaafkan,” ujarnya. Ia menutup semua kemungkinan untuk kembali.
Terakhir kali aku mengundangnya ke pernikahanku sebagai usaha terakhir dariku dan ia mengatakan masih belum bisa memaafkanku. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku juga marah. Marah karena tidak diberi kesempatan kedua, marah karena tidak didengarkan dan marah karena ditinggalkan begitu saja tanpa maaf.
“Mengapa ini menjadi sebuah siklus saling menyakiti?” adalah pertanyaan yang berulang kali berputar di dalam kepalaku hingga menjadi mimpi buruk di beberapa malam. Aku menelan pahitnya kenangan kami berdua. Ia membuatku membenci fitur archieve pada Instagram karena semua kenangan kami ada di sana — dan tidak berani aku hapus.
Mungkin pahitnya kenangan tersebut lambat laun menjadi hambar dan mungkin bisa kembali manis seperti aku yang selama ini selalu terbiasa dengan obat yang aku minum. Mungkin mekanismenya begitu, entah lah. Aku masih berusaha menelannya. Aku berusaha untuk berteman dengan bayangannya yang masih muncul sesekali — sembari berharap…ia kembali.
Hey, my “Dorothea”
It’s never too late
To come back to my side — Taylor Swift